
Keterangan Pers, Kunker Komisi IV DPR ke Sumatera Utara
Endang S. Thohari Soroti Perlindungan Keanekaragaman Hayati Indonesia dari Ancaman Pencurian Asing. Anggota Komisi IV DPR RI Endang Setyawati Thohari menyoroti pentingnya perlindungan terhadap keanekaragaman hayati Indonesia yang merupakan salah satu yang terkaya di dunia. Hal ini disampaikannya saat kunjungan kerja Komisi IV DPR RI ke Medan, Sumatra Utara, dalam rangka pengawasan terhadap isu-isu lingkungan hidup, kehutanan, dan pertanian pada Rabu, 9 April 2025
Endang menekankan bahwa Indonesia berada di posisi kedua dunia dalam hal keanekaragaman hayati. Sayangnya, potensi besar tersebut kerap dimanfaatkan secara ilegal oleh pihak asing, khususnya melalui pengambilan plasma nutfah tanaman hutan oleh oknum yang mengaku sebagai peneliti.
“Saya juga berlatar belakang peneliti, jadi paham bagaimana modusnya. Mereka datang seolah melakukan kunjungan penelitian, padahal mengambil plasma nutfah untuk dikembangkan di negara mereka,” ujar Endang.
Ia mencontohkan kasus perusahaan kosmetik Jepang, Shiseido, yang menurutnya memanfaatkan rempah-rempah dari Indonesia tanpa mencantumkan asal bahan baku tersebut dalam brand image mereka. Saat itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya pun menyampaikan keluhan terkait hal ini.
“Saya sampai memanggil atase pertanian Jepang, yang kebetulan yunior saya, untuk menyelesaikan persoalan itu. Harusnya ada aturan yang mewajibkan pencantuman asal-usul bahan baku, apalagi jika berasal dari kekayaan hayati Indonesia,” tegasnya.
Endang juga mengkritik kebijakan yang dinilainya tidak mendukung pengembangan riset di daerah, termasuk keberadaan para peneliti dari Direktorat Jenderal maupun Balai Penelitian yang dahulu disekolahkan melalui pinjaman dari Bank Dunia.
“Sekarang malah dikerdilkan. Padahal peneliti penting untuk mengkaji dan melindungi satwa liar serta kekayaan hayati lainnya agar tidak diambil pihak asing,” katanya.
Ia juga menyoroti sejarah panjang eksploitasi sumber daya Indonesia sejak masa penjajahan. Endang menyebut Kebun Raya Bogor sebagai contoh, di mana kelapa sawit dan kopi dibawa keluar oleh Belanda sejak abad ke-18. Namun, saat ini justru muncul kebijakan yang mengabaikan warisan itu, seperti rencana alihfungsi kebun teh menjadi vila-vila.
“Negara kecil seperti Belanda saja bisa mengelola kekayaan kita. Tapi sekarang kita justru mengubah aturan yang sudah mapan menjadi tidak jelas arahnya,” tambahnya.
Endang berharap media dan generasi muda dapat berperan aktif dalam menyuarakan pentingnya perlindungan keanekaragaman hayati Indonesia. Ia mendorong adanya penangkaran resmi untuk satwa liar, agar proses domestikasi dan pemanfaatan ekonominya dapat memberi devisa bagi negara secara legal dan berkelanjutan.
“Jangan sampai kulit harimau malah diperjualbelikan secara ilegal. Harus ada penangkaran yang jelas, agar bisa didomestikasi dan dimanfaatkan secara sah,” jelasnya.
Ia menutup dengan menyerukan perlunya regulasi yang kuat dari pemerintah daerah untuk melindungi potensi lokal. Menurutnya, Presiden Prabowo Subianto melalui berbagai pertemuan dengan kepala daerah telah mencoba mendorong sinergi ini, tetapi implementasinya di lapangan masih belum maksimal. “Pak Prabowo tidak bisa bekerja sendiri. Harus ada kerja sama dari bawahannya sampai ke level daerah. Peraturan pusat harus bisa dijabarkan dan diterjemahkan ke kebijakan daerah,” tutupnya.